Jakarta – Perekonomian negara banyak bergantung pada pelaku usaha. Bila pelaku usahanya sukses negaranya juga ikut untung karena ekonomi tumbuh positif. Itu sebabnya, Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri hadir memberikan layanan data base kependudukan untuk dimanfaatkan dalam berbagai urusan pelayanan publik termasuk memudahkan urusan bisnis.
“Di titik itulah kami hadir. Sebab dunia usaha tak bisa berjalan dengan baik jika siapa pun konsumennya tidak bisa diskripsikan by name by address,” ujar Dirjen Dukcapil Prof Zudan Arif Fakrulloh dalam acara penandatanganan perjanjian kerja sama pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK), data kependudukan dan KTP-elektronik antara Ditjen Dukcapil dengan 14 pelaku jasa keuangan di Indomobil Tower, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Prof. Zudan mengaku tak bisa membayangkan nasib fintech saat ini kalau data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil masih seperti 12 tahun lalu ketika setiap penduduk bisa punya lebih dari satu kartu identitas. “Bisa jadi ketika dicek KTP-nya yang bersangkutan tidak berada di tempat. Sebab dia tinggal di alamat yang lain dan tidak tercatat di perusahaan,” ungkap Zudan.
Untuk itu, Prof. Zudan mengajak semua pihak bergandeng tangan berkolaborasi dan bergerak bersama menuju paradigma single identity number (SIN). Yaitu agar setiap penduduk cuma pegang satu identitas di dompetnya, satu NIK, satu alamat tempat tinggal yang terdata dengan baik dalam data base kependudukan.
“Inilah semangat pemerintahan Pak Jokowi yang selama lima tahun ini bergerak sangat cepat membenahi data kependudukan. Sebab apabila administrasi kependudukannya semakin rapi jali dan akurat, maka pelayanan publik pun bakal makin mudah dan cepat, penanganan kemiskinan dan pemberian bansos semakin tepat sasaran karena semuanya bisa dipetakan berbasis SIN dan NIK,” kata Zudan menjelaskan.
Lebih lanjut Zudan menjelaskan, Ditjen Dukcapil saat ini mulai bertransformasi dari sistem alfabetik ke angka (digital). Hal ini juga dilakukan demi memudahkan pelayanan publik.
Sebagai contoh, kata Zudan, akan banyak sekali kekeliruan dalam mengidentifikasi penduduk apabila menggunakan nama. Sebab ada jutaan penduduk bernama sama.
“Ada jutaan orang yang bernama Yusuf, Bambang, Gunawan, Endang, Budi, Asep. Belum lagi soal typo nama Hendi bisa ditulis Handy atau Hendy. Makanya kalau identifikasi nasabah dengan nama akan lama prosesnya. Tapi bila menggunakan basis NIK akan sangat cepat untuk mendefinisikan siapa pemilik angka NIK ini. Dalam dua detik sudah keluar datanya,” papar Zudan menjelaskan digitalisasi dalam proses administrasi kependudukan di Ditjen Dukcapil.
Paradigma baru ini pun, masih kata Zudan, mengubah secara drastis proses bisnis. Jika dulu setiap nasabah baru harus mengisi formulir, Zudan mendorong agar menggunakan NIK atau verifikator lain seperti data biometrik sidik jari, irish mata dan garis wajah yang bisa diidentifikasi dengan teknologi face recognition. Dukcapil***
Leave a Comment